by: Tanjung Lesung the beauty beach
Tanjung Lesung on Google Maps
Dengerin cerita teman
begitu nikmatnya makan seafood di Labuan,
eh jadi pengin juga pergi ke Labuan.
Labuan adalah salah satu kecamatan di kabupaten Pandeglang, Banten. Labuan dikenal dengan sebutan kota Nelayan, karena letaknya di pesisir pantai Selat Sunda.
Serang Timur
Waktu itu, Sabtu 23 Agustus 2014 jam 10.00 kami bertiga, ayah-ibu-wibi, pergi dengan tujuan ke Labuan. Dari Bekasi masuk Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (Jakarta Outer Ring Road - JORR) ke arah Pondok Indah langsung masuk jalan tol Jakarta-Merak dan keluar di pintu Serang Timur. Belok kiri, putar balik ke kanan. Setelah rel KA, belok kiri ke arah Petir/Pandeglang, terus sampai mentok belok kanan, terus lagi sampai mentok belok kiri. Ketemu jalan besar 4 lajur, 2 lajur ke sana, 2 lajur ke sini, di tengah-tengah ada median.
Rumah Makan Bu Entin
Sampai di sini jam 12.00 lebih dikit, masih hari Sabtu 23 Agustus 2014.
Di sebelah kiri jalan ada tempat makan yang cukup banyak pengunjungnya, Rumah Makan Bu Entin, di Jl. Raya Serang-Pandeglang KM.4 - Karundang - Cipocok Jaya (hp.081386955151-087773120757).
Ini rumah makan seafood dan otak-otak.
Di bagian belakang ada saung.
Di depan tampak tempat pembakaran otak-otak.
Uniknya?
Makanan dihidangkan ala restoran Padang. Semua makanan dihidangkan di atas meja pakai piring kecil. Harga ikan bakar tergantung jenis ikan dan besarnya, kuwe bakar sedang Rp.85.000, kakap merah besar Rp.125.000, ayam bakar Rp.15.000,
sate udang Rp.15.000, sate cumi Rp.12.500,
otak-otak Rp.1.500, tumisan kikil Rp.10.000,
urap Rp.5.000, dan masih banyak lagi.
Ikan bakarnya yami, ikan kuwe atau kakap merah. Sate udang digoreng dan sate cumi dibakar tanpa bumbu, jadi harus dicocol ke sambal biar yami. Otak-otaknya enak, cocok di lidah, walaupun kadang-kadang dibakarnya terlalu gosong. Yang gosong jangan dimakan dong.
Ternyata semua makanan ditumpuk di dapur. Kalau ada pengunjung, baru diletakkan di piring kecil lalu dihidangkan. Di dapur, peyek udang ditumpuk di tampah.
Selesai makan, baru dihitung berapa harganya. Cara menghitungnya persis seperti di restoran Padang. Rumah makan seafood ala Padang. Unik ya!
Abis Zuhur jam 13.00 perjalanan dilanjutkan ke Labuan.
Labuan
Jalan menuju Labuan cukup mulus tapi kurang lebar, cuma 2 lajur. Sampai Labuan jam 15.00 hampir Ashar.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Labuan berada di Kampung Teluk, di tepi laut. Banyak perahu nelayan berlabuh dan bersandar di situ. Di latar belakang tampak cerobong asap PLTU Labuan dan di laut lepas kadang-kadang juga tampak tongkang pengangkut batubara untuk bahan bakar PLTU Labuan. Kami pun sempat sholat Ashar di masjid dekat perkampungan nelayan.
Banyak ikan-ikan dijemur untuk dijadikan ikan kering (bukan ikan asin). Ikan-ikan yang kecil langsung dijemur utuh, sedangkan ikan-ikan yang berukuran besar dibelah terlebih dahulu sebelum dijemur.
Harganya cukup lumayan.
Ikan Bilis kering dihargai Rp.30.000/kg.
Ikan kering yang masih dijemur tampak di sana-sini.
Selain ikan kering,
ada ikan basah yang ditaruh di wadah styrofoam. Ikan Baronang Rp.50.000/kg.
Cumi-cumi sekitar Rp.30.000-55.000/kg tergantung besarnya.
Perkampungan nelayan, anak-anak bermain, kambing mencari makan, dermaga runtuh, bau amis ikan di sana sini. Begitulah sekilas potret TPI di Kampung Teluk.
Ba'da Ashar kami lanjutkan lagi perjalanan ke..... Tanjung Lesung.
Road to Tanjung Lesung
Sebenarnya tidak ada rencana ke Tanjung Lesung. Jadi ini adalah rencana dadakan.
PLTU Labuan.
Jalan ke Tanjung Lesung, masuk lewat PLTU Labuan. Di sebelah kanan jalan tampak bangunan PLTU dengan cerobong asapnya megah berdiri di tengah-tengah persawahan.
Pandangan di depan.
Jalannya bagus, jalan beton,
aspal mulus, tapi cuma 2 lajur.
Kanan kiri jalan masih hutan asli, kadang ada rumah penduduk.
Sebelah kanan jalan sekali-sekali tampak pantai dengan pasir putihnya. Pantai Selat Sunda.
Ada kalanya jalan melintasi muara, pertemuan antara sungai dan laut.
Jembatan di atas muara ini dibuat cukup tinggi agar perahu nelayan bisa melintas di bawahnya dengan aman.
Pandangan di belakang.
Akibatnya posisi jalan sebelum dan sesudah jembatan terasa sangat curam, sehingga bagi pengendara mobil sedan harus berhati-hati saat melintas di jembatan agar bagian bawah mobil tidak tersangkut pada ujung jembatan.
Kondisi jalan memang bagus dan mulus. Boleh diacungi jempol. Kagum?! Lalu lintas cukup sepi, mungkin karena masih suasana habis lebaran. Sebelum sampai di Tanjung Lesung, terlebih dulu melewati desa Citeureup di kecamatan Panimbang, kabupaten Pandeglang, Banten.
Jalan desa cuma 2 lajur, tapi aspalnya mulus, di kanan kiri jalan ada beberapa rumah penginapan atau home stay bergaya rumah biasa.
Di sebelah kanan jalan tampak panorama pantai mengikuti pandangan.
Memasuki daerah Tanjung Lesung sekitar jam 17.00, kendaraan diperiksa satpam di Welcome Gate, karena lokasi pantai berada di dalam kawasan hotel yang sangat luas. Setiap kendaraan diberi kartu Guest Pass sebagai tanda masuk ke kawasan hotel, gratis.
Memasuki kawasan hotel, jalanan diteduhi pepohonan besar yang rindang. Ada beberapa bunderan pertigaan ke arah Blue Fish Hotel, Sailing Club, dan Beach Club. Hari semakin gelap. Di ujung jalan mulai tampak deretan cottage milik Tanjung Lesung Beach Hotel yang berdampingan dengan Kalicaa Villa Resort, di sebelah kanan jalan.
Tanya-tanya harga sewa cottage/vila di Tanjung Lesung Beach Hotel, katanya semalam Rp.3.300.000 untuk vila type 2 bedroom/4 orang. Vila bertingkat dengan konstruksi kayu.
Kalau mau ke pantai umum, dari arah hotel jalan lurus terus. Tapi sayang hari sudah malam. Niat kepantai ditunda dulu, tunggu besok pagi.
Untuk keluar, harus kembali menyusuri jalan di bawah pohon-pohon besar yang gelap. Cukup membutuhkan nyali untuk menerobos kegelapan malam, tidak ada lampu penerangan jalan, benar-benar gelap gulita. Cocok untuk jerit malam atau syuting film horor. Setelah mendekati pos satpam di Welcome Gate, baru terlihat cahaya lampu, remang-remang.
Stay in Kampoeng Nelayan
Hari sudah malam. Harus cari penginapan. Coba tanya di sekitar jalan di luar kawasan hotel. Ada satu penginapan yang cukup bagus, Kampoeng Nelayan. Sebenarnya Kampoeng Nelayan ini cuma restoran seafood, tapi punya fasilitas cottage, dermaga, saung tepi laut, karamba, kano, dll.
Memang benar di Kampoeng Nelayan ada semua itu, tapi sebagian masih dalam tahap pembangunan, masih ada tukang yang bekerja bikin saung, ada gundukan pasir/batu dll. Kamar cottage cuma ada 4 kayak model rumah kontrakan dengan interior model hotel, kamar mandi di dalam, TV parabola, AC split, tempat tidur single 2 buah. Di teras ada meja kursi dan dispenser air mineral. Kondisi kamar masih bagus karena masih baru dibangun. Harga sewa? Cukuplah terjangkau, Rp.500.000/kamar/malam untuk weekend, hari biasa cuma Rp.350.000,- saja. Cukup nyaman. Untuk booking bisa menghubungi Bapak Muhammad/Namma di 087877558418.
Boleh dicoba, tanya dulu. Siapa tahu cocok.
Makan malam enaknya di tepi laut. Kami pilih meja tepat di tepi deburan ombak laut Selat Sunda dengan sepoi-sepoi hembusan angin laut. Makan nasi dengan lauk udang dan ikan, minumnya es teh Rp.120.000,- tidak terlalu mahal. Uniknya..... Resto Kampoeng Nelayan ini memiliki karamba di tengah laut sekitar situ. Pada malam hari lampu-lampu karamba menghiasi dan menerangi laut. Seafood dipelihara di karamba, dan yang sudah siap konsumsi dipanen dan dimasukkan ke dalam bak berisi air laut di sisi restoran. Kalau kita memesan seafood baru diambil dari bak untuk dimasak. Jadi seafood yang terhidang rasanya masih manis, karena masih fresh, belum pernah masuk freezer.
Indahnya pagi di Kampoeng Nelayan.
Ayam, bebek dan burung dara sibuk mencari makan. Mereka juga tampak jinak. Jalan-jalan ke dermaga di tepi laut sangatlah indah. Tampak mentari pagi menyembul dari permukaan laut, sunrise. Di kejauhan di tepi laut tampak pohon kelapa diterpa cahaya mentari pagi, di pasir putih berjajar beberapa perahu dan kano.
Resto ini juga bisa menyewakan perahu motor untuk menyeberang ke pulau Liwungan, pulau tanpa penghuni, untuk snorkeling, menyelam, memancing atau sekedar bermain pasir pantai. Biaya sewa perahu motor sekitar Rp.500.000-800.000/pp/perahu bisa untuk 6 orang.
On the beach..... Tanjung Lesung
Minggu pagi, 24 Agustus 2014.
Kalau mau ke pantai, dari Kampoeng Nelayan harus masuk kembali ke kawasan hotel. Banyak orang yang berolahraga lari atau bersepeda. Memang di sepanjang jalan banyak pantai, tapi yang biasa dikunjungi untuk rekreasi berada di dalam kawasan hotel. Di situ ada 2 lokasi pantai, Beach Club dan Bodur Beach.
Beach Club adalah pantai yang dikelola oleh Tanjung Lesung Beach Hotel. Pantai Beach Club terletak sebelum hotel belok kanan. Di sini tersedia restoran, jetsky, sea kayak, snorkeling dan fishing at jetty, dengan pemandangan yang sangat beautiful and wonderful. Masuknya harus bayar tiket masuk Rp.100.000/mobil.
Pantai yang satu lagi adalah Bodur Beach. Pantai ini merupakan pantai umum, tiket masuknya juga lebih murah cuma Rp.30.000/mobil. Letaknya setelah hotel lurus terus, melewati hutan kecil dan hutan bakau. Jalannya sempit tidak diaspal, jalan tanah pasir berbatu. Letak pantai berada di daerah lekukan teluk.
Begitu memasuki Bodur Beach langsung terlihat hamparan pasir putih. Banyak pecahan terumbu karang di sana-sini. Ombaknya cukup menantang untuk yang suka berselancar. Di laut lepas tampak ada beberapa bagan milik nelayan.
Bodur Beach - Bodur Beach - Bodur Beach - Bodur Beach - Bodur Beach
Di belakang pantai di bawah pepohonan banyak tenda biru penjual makanan, minuman, pakaian, kaos dan mainan anak-anak. Kami pun segera membentangkan tikar di bawah pohon. Tikar ini selalu kami bawa kemana-mana untuk leyeh-leyeh daripada menyewa, mahal. Kami pesan es kelapa muda Rp.10.000/buah. Sambil duduk-duduk santai menikmati indahnya pantai, minum es kelapa muda ditemani sepoinya angin laut, bikin betah berlama-lama di sini. Tapi panasnya mentari bikin gerah tanda hari sudah mulai siang.
Ya udah. Kalo gitu, pulang yuk?!
Stopped at the Blue Fish Hotel
Kembali dari pantai setelah melewati hotel, kami belok ke kiri. Mampir di Blue Fish Hotel, pengin lihat-lihat. Jalanan tanpa aspal hanya tanah bebatuan. Kanan kiri jalan banyak ditumbuhi rerumputan, kadang ada lapangan rumput, hamparan sawah kering, rumpun pohon palem dan tanah kosong.
Kawasan Tanjung Lesung ini memang cukup menantang dan cocok bagi yang gemar berpetualang di alam bebas. Daerah ini benar-benar masih alami dan belum banyak terkena sentuhan manusia.
Pertama kali memasuki jalan ke arah Blue Fish Hotel, kami sempat terkejut juga. Kok seram banget, ya? Jalannya sempit, susah kalau ada mobil yang berlawanan arah, salah satu mobil harus berhenti di tepi jalan agar tidak terperosok. Sepertinya jalan ini jarang dilalui mobil, karena kami belum menjumpai mobil yang lewat situ selain kami sendiri. Betul-betul terpencil, jauh dari keramaian orang. Apalagi tidak ada lampu penerangan jalan, bagaimana kalau malam hari, ya? Pasti gelap gulita dan ..... ngerilah membayangkannya.
Enjoy your vacation on the blue water beach. Nikmati liburan di pantai biru.
Dari depan hotel tampak biasa saja. Dari pintu masuk pandangan langsung tertuju pada restoran. Beside of the restaurant, berjajar kamar-kamar berhadap-hadapan bertingkat. Kolam renang dikelilingi pohon kelapa menghadap ke pantai. Dari kamar dan kolam renang jelas terlihat laut lepas dan terdengar deburan ombak laut. Pantainya cukup bagus, pasir putih dengan nyiur yang melambai tertiup angin laut. Memang benar air laut di belakang Blue Fish Hotel berwarna kebiruan. Mengasyikkan bagi yang suka pantai.
Pada musim liburan, hotel ini selalu penuh oleh para pecinta rekreasi memancing ikan besar seperti tuna dan marlin. Blue Fish menyediakan paket gamefishing lepas pantai. Biasanya yang menginap di Blue Fish Hotel merupakan komunitas, terutama komunitas memancing, yang memesan kamar secara rombongan.
Buy the seashell
Pulang dari Tanjung Lesung, di daerah Citeureup, di tepi jalan ada yang jualan lokan, sejenis kerang besar. Sebenarnya tidak cuma jualan lokan, ada juga kerang darah, kepiting, rajungan. Hewan laut berkulit keras.
Menepi sebentar, istriku beli lokan 2 kg, belum dikupas masih pakai cangkang, harganya Rp.25.000,- jadi sekilonya Rp.12.500,-. Lokan ini mengingatkan istriku pada makanan di kampung halaman Air Bangis, daerah pantai di Sumatera Barat. Cangkangnya memang keras, tapi isinya amat lunak. Rencananya nanti sampai di rumah, istriku mau masak rendang lokan yang yami.
Through the DJA
Melewati Durian Jatohan A (DJA) di Jl. Raya Serang, Pandeglang. Mampir lagi. Tempatnya cukup nyaman, ventilasi udara bebas bisa meredam udara panas dari luar. Nyaman untuk leyeh-leyeh sambil makan durian. Namanya sih Durian Jatohan, tapi apa iya benar duriannya yang jatuh sendiri?
Katanya mereka punya kebun durian seluas 500 hektar, 4 km di belakang DJA. Durian yang dijual di sini tidak dipetik, tapi ditunggu sampai jatuh sendiri. Uniknya..... kalau beli durian di sini ada jaminan boleh ditukar apabila dicicipi rasanya tidak manis. Setelah ketemu yang manis baru dibayar.
Kami coba beli satu durian yang murah, harganya Rp.50.000/buah. Rasanya manis. Dimakan bertiga, habis. Itu adalah durian lokal Pandeglang, ukurannya standar seperti durian lokal lainnya. Kalau mau mencoba durian unggulan atau silangan, katanya nanti bisa dinikmati mulai bulan September. Harganya sudah tentu lebih mahal dari durian lokal, mungkin bisa mencapai Rp.100.000 lebih. Tapi jangan takut, walaupun mahal dijamin tidak kecewa deh. Pokoknya makan durian ditemani angin semilir, yami sekali, tak terlupakan.
Biasanya bagi yang bisa pusing karena makan durian, ada resep yang boleh dicoba untuk mencegah kepala pusing. Cobalah minum air yang dituang ke cangkang kulit bekas biji durian. Insya Allah tidak jadi pusing.
Selain durian, di situ juga dijual oleh-oleh khas Pandeglang seperti wajik durian. Wajik ini terbuat dari durian asli dan kelapa yang diramu sedemikian rupa jadi nikmat, harganya cuma Rp.5.000/bungkus.
Stopped eating at Mang Edeng
Minggu siang, 24 Agustus 2014.
Hampir sampai di Serang, kami mampir makan di rumah makan Mang Edeng, di seberang rumah makan Bu Entin. Nasi, cumi bakar, ayam goreng, plecing kangkung, tempe tahu goreng, sambel dadakan, 3 es teh, bayarnya Rp.70.000,- rasanya nikmat, terutama sambel dadakan yang pedas.
Makannya lesehan di belakang, dekat kebun asri di bawah pepohonan. Banyak juga pengunjung yang makan di situ.
Di sepanjang jalan situ memang banyak rumah makan dengan ciri khas masing-masing. Ada yang menyajikan masakan sunda, otak-otak, bandeng, belut, dll. Apalagi jalanannya cukup lebar dan mudah untuk parkir membuat pengin mampir makan untuk persiapan memasuki jalan tol kembali ke rumah.