Kepastian bahwa sumber dentuman akhir-akhir ini terdengar warga di
sebagian Banten, Lampung, dan Sumatera Selatan ternyata bersumber dari
letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan,
Lampung.
Secara administratif dan kewilayahan, Gunung Anak Krakatau ada di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung.
Menurut Kepala Bidang informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Dr Daryono SSi MSi, dalam penjelasan diterima di Bandarlampung, Jumat (28/12/2018), memastikan fenomena suara dentuman atau gemuruh terdengar dari langit oleh warga sejumlah wilayah itu sudah dikonfirmasi petugas Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau berasal dari aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda itu.
Sampai saat ini letusan memang masih terjadi di Gunung Anak Krakatau--bahkan statusnya sudah ditingkatkan dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III)--dan diiringi dengan suara gemuruh yang keras.
Terdengar suara dentuman hingga di beberapa daerah itu, diakibatkan arah angin yang sedang mengarah ke mana, maka daerah itu akan mendengar suara dentuman lebih jelas.
Namun, saat muncul suara dentuman itu, sensor gempa BMKG juga mencatat getaran tanah. Sebagai contoh adalah suara dentuman yang terdengar petugas BMKG Stasiun Geofisika Liwa, Lampung Barat, sekitar pukul 22.00 WIB 25 Desember 2018 dan sekitar 20.40 WIB 26 Desember 2018.
Kedua dentuman ini tercatat secara baik oleh sensor seismik BMKG yang berada di Liwa.
Sebelumnya, sejumlah warga di beberapa wilayah Provinsi Lampung pada Selasa (25/12) hingga Rabu (26/12) mengaku mendengar suara dentuman atau gemuruh dari langit dan melihat kilatan cahaya di kejauhan sehingga menimbulkan kecemasan.
Sejumlah warga yang masih bertahan di Pulau Sebesi, gugusan pulau di Selat Sunda, dekat dengan kawasan Gunung Anak Krakatau, di antaranya Yaya Sudrajat, menyatakan, menjelang tengah malam pada wilayah yang berjarak sekitar 11 mil laut tidak merasakan getaran, namun justru mendengar suara gemuruh, kilatan api seperti petir.
Pada siang hari sebelumnya, warga setempat juga melihat abu yang membumbung dari puncak Gunung Anak Krakatau.
Warga Ketapang, Lampung Selatan, Ruli, mengaku melihat kilatan cahaya dan suara gemuruh terus menerus yang diperkirakan berasal dari arah Gunung Anak Krakatau.
Beberapa warga lain juga mempertanyakan suara dentuman/gemuruh dan kilatan petir itu, dan mengharapkan pihak berwenang dapat menjelaskannya sehingga tidak menimbulkan kecemasan bagi mereka.
Petugas pengamat/kepala Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Hargopancuran, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan, Andi Suardi, melalui sarana media sosial infocuaca BMKG Lampung menyatakan suara dentuman itu hingga Rabu dini hari masih terdengar.
Namun tidak diketahui apakah suara itu bisa sampai ke Kabupaten Mesuji, Lampung, mengingat di Kalianda, ibu kota Lampung Selatan saja tidak terdengar.
Beberapa warga di kawasan pesisir Selat Sunda di Lampung Selatan mengaku hingga Rabu dan setelahnya mengaku masih mendengar suara dentuman, diduga berasal dari aktivitas Gunung Anak Krakatau itu.
Berkaitan hal itu, dalam penjelasan tertulis dari BMKG Lampung disampaikan bahwa hingga saat ini BMKG bersama Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM terus memantau kondisi aktivitas tremor Gunung Anak Krakatau atau pun kondisi cuaca ekstrem dan gelombang tinggi.
Kondisi ini sewaktu-waktu dapat mengakibatkan longsor tebing kawah Gunung Anak Krakatau ke laut dan berpotensi memicu gelombang tinggi atau tsunami. Karena itu, masyarakat diminta tetap waspada dan menghindari lokasi pesisir/pantai setidaknya sejauh minimal satu kilometer dari bibir pantai terdekat.
BMKG juga menyatakan, terkait dentuman, mereka tidak mendeteksi awan Cumulus Nimbus yang signifikan di wilayah Lampung selain yang ada di wilayah Gunung Anak Krakatau saat ini. Ketinggiannya mencapai lebih dari 10 km terlihat secara jelas ada kilat dari arah Kantor BMKG Lampung di Bandara Radin Inten II Branti, Lampung Selatan.
Namun untuk dentuman, mereka tidak mendengar itu sama sekali sampai saat ini, mengingat jarak dengan Gunung Anak Krakatau kurang lebih 100 km.
Pihak BMKG Lampung menyatakan pula, untuk detail mengenai aktivitas Gunung Anak Krakatau, menegaskan untuk menghubungi pihak PVMBG karena pihak BMKG tidak paham mengenai detail kondisi dan pemantauan aktivitas gunung api di dalam laut tersebut.
BMKG mengingatkan, pascaterjadi bencana, seperti tsunami Selat Sunda pada Sabtu malam (22/12/2018), masyarakat biasanya sangat mudah terpancing isu-isu tidak valid. Faktor trauma dan takut mengalami kejadian yang sama memang sangat mudah membuat kepanikan.
Di sinilah BMKG bersama institusi terkait memiliki peran untuk turun ke lapangan dan memberikan penjelasan kepada masyarakat terdampak agar tidak mudah terpancing isu-isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
BMKG meminta masyarakat tetap sabar dan selalu mencari informasi dari sumber yang benar, tepat, dan terpercaya, sehingga tidak mudah terhasut informasi yang tidak benar maupun hoaks disebarkan pihak tidak bertanggungjawab hanya untuk menimbulkan keresahan di tengah masyarakat yang sedang mengalami bencana.
Secara administratif dan kewilayahan, Gunung Anak Krakatau ada di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung.
Menurut Kepala Bidang informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Dr Daryono SSi MSi, dalam penjelasan diterima di Bandarlampung, Jumat (28/12/2018), memastikan fenomena suara dentuman atau gemuruh terdengar dari langit oleh warga sejumlah wilayah itu sudah dikonfirmasi petugas Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau berasal dari aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda itu.
Sampai saat ini letusan memang masih terjadi di Gunung Anak Krakatau--bahkan statusnya sudah ditingkatkan dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III)--dan diiringi dengan suara gemuruh yang keras.
Terdengar suara dentuman hingga di beberapa daerah itu, diakibatkan arah angin yang sedang mengarah ke mana, maka daerah itu akan mendengar suara dentuman lebih jelas.
Namun, saat muncul suara dentuman itu, sensor gempa BMKG juga mencatat getaran tanah. Sebagai contoh adalah suara dentuman yang terdengar petugas BMKG Stasiun Geofisika Liwa, Lampung Barat, sekitar pukul 22.00 WIB 25 Desember 2018 dan sekitar 20.40 WIB 26 Desember 2018.
Kedua dentuman ini tercatat secara baik oleh sensor seismik BMKG yang berada di Liwa.
Sebelumnya, sejumlah warga di beberapa wilayah Provinsi Lampung pada Selasa (25/12) hingga Rabu (26/12) mengaku mendengar suara dentuman atau gemuruh dari langit dan melihat kilatan cahaya di kejauhan sehingga menimbulkan kecemasan.
Sejumlah warga yang masih bertahan di Pulau Sebesi, gugusan pulau di Selat Sunda, dekat dengan kawasan Gunung Anak Krakatau, di antaranya Yaya Sudrajat, menyatakan, menjelang tengah malam pada wilayah yang berjarak sekitar 11 mil laut tidak merasakan getaran, namun justru mendengar suara gemuruh, kilatan api seperti petir.
Pada siang hari sebelumnya, warga setempat juga melihat abu yang membumbung dari puncak Gunung Anak Krakatau.
Warga Ketapang, Lampung Selatan, Ruli, mengaku melihat kilatan cahaya dan suara gemuruh terus menerus yang diperkirakan berasal dari arah Gunung Anak Krakatau.
Beberapa warga lain juga mempertanyakan suara dentuman/gemuruh dan kilatan petir itu, dan mengharapkan pihak berwenang dapat menjelaskannya sehingga tidak menimbulkan kecemasan bagi mereka.
Petugas pengamat/kepala Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Hargopancuran, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan, Andi Suardi, melalui sarana media sosial infocuaca BMKG Lampung menyatakan suara dentuman itu hingga Rabu dini hari masih terdengar.
Namun tidak diketahui apakah suara itu bisa sampai ke Kabupaten Mesuji, Lampung, mengingat di Kalianda, ibu kota Lampung Selatan saja tidak terdengar.
Beberapa warga di kawasan pesisir Selat Sunda di Lampung Selatan mengaku hingga Rabu dan setelahnya mengaku masih mendengar suara dentuman, diduga berasal dari aktivitas Gunung Anak Krakatau itu.
Berkaitan hal itu, dalam penjelasan tertulis dari BMKG Lampung disampaikan bahwa hingga saat ini BMKG bersama Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM terus memantau kondisi aktivitas tremor Gunung Anak Krakatau atau pun kondisi cuaca ekstrem dan gelombang tinggi.
Kondisi ini sewaktu-waktu dapat mengakibatkan longsor tebing kawah Gunung Anak Krakatau ke laut dan berpotensi memicu gelombang tinggi atau tsunami. Karena itu, masyarakat diminta tetap waspada dan menghindari lokasi pesisir/pantai setidaknya sejauh minimal satu kilometer dari bibir pantai terdekat.
BMKG juga menyatakan, terkait dentuman, mereka tidak mendeteksi awan Cumulus Nimbus yang signifikan di wilayah Lampung selain yang ada di wilayah Gunung Anak Krakatau saat ini. Ketinggiannya mencapai lebih dari 10 km terlihat secara jelas ada kilat dari arah Kantor BMKG Lampung di Bandara Radin Inten II Branti, Lampung Selatan.
Namun untuk dentuman, mereka tidak mendengar itu sama sekali sampai saat ini, mengingat jarak dengan Gunung Anak Krakatau kurang lebih 100 km.
Pihak BMKG Lampung menyatakan pula, untuk detail mengenai aktivitas Gunung Anak Krakatau, menegaskan untuk menghubungi pihak PVMBG karena pihak BMKG tidak paham mengenai detail kondisi dan pemantauan aktivitas gunung api di dalam laut tersebut.
BMKG mengingatkan, pascaterjadi bencana, seperti tsunami Selat Sunda pada Sabtu malam (22/12/2018), masyarakat biasanya sangat mudah terpancing isu-isu tidak valid. Faktor trauma dan takut mengalami kejadian yang sama memang sangat mudah membuat kepanikan.
Di sinilah BMKG bersama institusi terkait memiliki peran untuk turun ke lapangan dan memberikan penjelasan kepada masyarakat terdampak agar tidak mudah terpancing isu-isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
BMKG meminta masyarakat tetap sabar dan selalu mencari informasi dari sumber yang benar, tepat, dan terpercaya, sehingga tidak mudah terhasut informasi yang tidak benar maupun hoaks disebarkan pihak tidak bertanggungjawab hanya untuk menimbulkan keresahan di tengah masyarakat yang sedang mengalami bencana.
0 Comments